Konon cerita seorang Harya Sengkuni adalah seburuk-buruknya perilaku
dalam mahabharata. Seorang tokoh Ningrat panutan negara Hastinapura
karena tuntutan hierarkinya yang mengharuskan ia menjadi tetua. Teramat
sempurna ia mewakili segala keburukan,model elit borjuis
intelektual dengan segudang prestasi konspirasi tingkat tinggi, polet,
pokil, methakil, licik dan munafik. Seorang antagonis sejati, pengadu
domba yang dipuja dan suaranya selalu didengar bagai bisikan ghaib dari
langit bagi punggawa-punggawa tak pelak lagi oleh sang raja sekalipun.
Namun seburuk-buruknya sang Harya Sengkuni, ia bukanlah pengkhianat semacam Brutus di awal-awal demokrasi, juga bukan seekor lintah penghisap yang menghabiskan darah negaranya hingga kurus kering dan ambruk demi kepentingan perutnya sendiri. Idealismenya tentang bangsa dan negara mengalahkan segalanya, semua konspirasi pokil methakil yang ia peras dari ide-ide di kepalanya diciptakan semata hanya untuk kepentingan klan, lebih besar lagi demi kejayaan bangsa dan negaranya, ia seorang pengabdi tulen, ia bukan seorang koruptor. Harya sengkuni memang tukang goroh, tukang ngapusi, ia bukan tokoh panutan, contoh buruk akan tetapi yang ia lakukan adalah demi bangsa dan negaranya, ia menjadi asset bangsanya dan nyata dibutuhkan.
Dalam pakem wayang semua bercerita tentang baik - buruk, dinamika politik dan kekuasaan, konspirasi, inteljen-kontra inteljen hingga ke urusan asmara, namun tak satupun cerita yang secara khusus menyentuh pola-pola korupsi elit kekuasaan yang menghancurkan sistem berbangsa dan bernegara. kenapa trending penyimpangan populer yang merasuki elit kekuasaan ini bisa lolos dari ide cerita wayang? tak adakah istilah korupsi dari negara asalnya sana? atau hanya sebatas belum ditemukan istilah khusus ketika wayang dipopulerkan disini sebagai media syiar di tanah Jawa, selain kalimat 'goroh, ngapusi, maling, kecu, rampok' dalam kalimat-kalimat verbal yang diucapkan dhalang? toh perilaku korupsi itu sendiri secara implisit sebenarnya sudah ada dan bukan merupakan bentuk penyimpangan muthakir dan terkini, hanya saja tidak dibahas secara khusus sebagai menu utama sebuah cerita.
Kembali ke sang tokoh Harya Sengkuni, adakah tokoh sekelas Harya Sengkuni di negara ini? entahlah, contoh pribadi buruk ini tentunya secara ideal apalagi moral akan kita tolak karena konsep berfikirnya yang menghalalkan segala cara demi alasan bangsa dan negara sekalipun. Namun pada era keterbukaan ini bisa disaksikan sendiri hampir setiap hari secara gamblang banyak para pelaku elit kekuasaan berperilaku lebih buruk dari Harya Sengkuni, polet, pokil, methakil, munafik, korupsi demi perut dan kekuasaan saja, bentuk penyimpangan perilaku di panggung drama yang entah kapan berawal dan kapan berakhirnya.
Share :
Namun seburuk-buruknya sang Harya Sengkuni, ia bukanlah pengkhianat semacam Brutus di awal-awal demokrasi, juga bukan seekor lintah penghisap yang menghabiskan darah negaranya hingga kurus kering dan ambruk demi kepentingan perutnya sendiri. Idealismenya tentang bangsa dan negara mengalahkan segalanya, semua konspirasi pokil methakil yang ia peras dari ide-ide di kepalanya diciptakan semata hanya untuk kepentingan klan, lebih besar lagi demi kejayaan bangsa dan negaranya, ia seorang pengabdi tulen, ia bukan seorang koruptor. Harya sengkuni memang tukang goroh, tukang ngapusi, ia bukan tokoh panutan, contoh buruk akan tetapi yang ia lakukan adalah demi bangsa dan negaranya, ia menjadi asset bangsanya dan nyata dibutuhkan.
Dalam pakem wayang semua bercerita tentang baik - buruk, dinamika politik dan kekuasaan, konspirasi, inteljen-kontra inteljen hingga ke urusan asmara, namun tak satupun cerita yang secara khusus menyentuh pola-pola korupsi elit kekuasaan yang menghancurkan sistem berbangsa dan bernegara. kenapa trending penyimpangan populer yang merasuki elit kekuasaan ini bisa lolos dari ide cerita wayang? tak adakah istilah korupsi dari negara asalnya sana? atau hanya sebatas belum ditemukan istilah khusus ketika wayang dipopulerkan disini sebagai media syiar di tanah Jawa, selain kalimat 'goroh, ngapusi, maling, kecu, rampok' dalam kalimat-kalimat verbal yang diucapkan dhalang? toh perilaku korupsi itu sendiri secara implisit sebenarnya sudah ada dan bukan merupakan bentuk penyimpangan muthakir dan terkini, hanya saja tidak dibahas secara khusus sebagai menu utama sebuah cerita.
Kembali ke sang tokoh Harya Sengkuni, adakah tokoh sekelas Harya Sengkuni di negara ini? entahlah, contoh pribadi buruk ini tentunya secara ideal apalagi moral akan kita tolak karena konsep berfikirnya yang menghalalkan segala cara demi alasan bangsa dan negara sekalipun. Namun pada era keterbukaan ini bisa disaksikan sendiri hampir setiap hari secara gamblang banyak para pelaku elit kekuasaan berperilaku lebih buruk dari Harya Sengkuni, polet, pokil, methakil, munafik, korupsi demi perut dan kekuasaan saja, bentuk penyimpangan perilaku di panggung drama yang entah kapan berawal dan kapan berakhirnya.
terima kasih atas artikelnya
BalasHapus