ASAL USUL NAMA KOTA BANJAR NEGARA
Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada pemerintah mataram, sehingga di usulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII untuk di tetapkan menjadi bupati banjar berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I,
untuk mengisi jabatan Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang berkedudukan di Banjarmangu dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui. Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta.
Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasunanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar : Sawah, Negara : Kota).
ASAL USUL NAMA KOTA BANYUMAS
Kota Banyumas berasal ketika sedang sibuk-sibuknya membangun pusat pemerintahan itu, kebetulan pada waktu itu ada sebatang kayu besar hanyut di sungai Serayu. Pohon tersebut namanya pohon Kayu Mas yang setelah diteliti berasal dari Desa Karangjambu (Kecamatan Kejobong, Bukateja, Kabupaten Purbalinga), sekarang sebelah timur Wirasaba. Anehnya kayu tersebut terhenti di sungai Serayu dekat lokasi pembangunan pusat pemerintahan. Adipati Marapat tersentuh hatinya melihat kejadian tersebut, kemudian berkenan untuk mengambil Kayu Mas tersebut untuk dijadikan Saka Guru. Karena kayu itu namanya Kayu Mas dan hanyut terbawa air (banyu), maka pusat emerintahan yang dibangun ini kemudian diberi nama Banyumas (perpaduan antara air (banyu) dan Kayu Mas)).
ASAL USUL NAMA KOTA BATANG
Menurut legenda yang sangat populer, Batang berasal dari kata = Ngembat- Watang yang berarti mengangkat batang kayu. Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bahurekso, yang dianggap dari cikal bakal Batang.
ASAL USUL NAMA KOTA BLORA
Menurut cerita rakyat Blora berasal dari kata BELOR yang berarti lumpur, kemudian berkembang menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama BLORA. Secara etimologi Blora berasal dari kata WAI + LORAH. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah. Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan arti kata. Sehingga seiring dengan perkembangan zaman kata WAILORAH menjadi BAILORAH, dari BAILORAH menjadi BALORA dan kata BALORA akhirnya menjadi BLORA. Jadi nama BLORA berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan pengertian tanah berlumpur.
ASAL USUL NAMA KOTA BOYOLALI
Nama Boyolali berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati Semarang pada abad XVI. Alkisah, Ki Ageng Pandan Arang yang lebih dikenal dengan Tumenggung Notoprojo diramalkan oleh Sunan Kalijogo sebagai Wali penutup menggantikan Syeh Siti Jenar. Oleh Sunan Kalijogo, Ki Ageng Pandan Arang diutus untuk menuju ke Gunung Jabalakat di Tembayat (Klaten) untuk syiar agama Islam. Ki Ageng beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah sungai. Dalam istirahatnya Ki Ageng Berucap “ BAYA WIS LALI WONG IKI” yang dalam bahasa indonesia artinya “Sudah lupakah orang ini”.Dari kata Baya Wis Lali/ maka jadilah nama BOYOLALI. Batu besar yang berada di Kali Pepe yang membelah kota Boyolali mungkinkah ini tempat beristirahat Ki Ageng Pandan Arang.
ASAL USUL NAMA KOTA BREBES
Brebes yang pada awal mulanya konon mempunyai banyak air dan sering tergenang air, bahkan ada kemungkinan masih berupa rawa-rawa. Mengingat banyak air yang merembes, Munculah kemudian nama Brebes, yang selanjutnya mengalami "verbastering" (perubahan) menjadi Brebes. Pendapat kedua mencoba menghubungkannya dengan masuknya agama Islam pada awal mulanya ke Brebes, yang sekalipun dihalang-halangi namun ternyata masih juga merembes, yang dalam bahasa daerah disebut disebut "berbes". Oleh karenanya muncullah kemudian nama Berbes, yang selanjutnya berubah menjadi Brebes.
ASAL USUL NAMA KOTA CILACAP
Nama Cilacap mengadopsi dari bahasa Sunda, Ci berarti sungai/air dan Lacap berarti sungai atau bunyi-bunyian. Lacap/Tlacap juga berarti lancip atau tanah yang menjorok ke laut. Sehingga Cilacap berarti tanah lancip yang menjorok ke air laut. Sementara ada pula yang mengatakan Cilacap berasal dari kata Cacab, yang dikenal oleh masyarakat Cilacap sampai sekarang sebagai cara menanam satu tanaman di lahan yang berair, cara ini dikenal dengan mencacab. Imbuhan Ci dipengaruhi oleh bahasa Sunda yang berarti air, karena sebagian penduduk Cilacap terdiri dari orang Sunda yang sejak tahun 1475 – 1831 sebagai warga Kabupaten Dayeuh Luhur dan wilayahnya kini digabungkan dengan Kabupaten Cilacap oleh Pemerintah Belanda.
ASAL USUL NAMA KOTA DEMAK
Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa.
Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.
ASAL USUL NAMA KOTA GROBOGAN
Asal mula Kota Grobogan menurut cerita tutur yang beredar di daerah Grobogan, suatu ketika pasukan kesultanan Demak di bawah pimpinan Sunan Ngundung & Sunan Kudus menyerbu ke pusat kerajaan Majapahit. Dalam pertempuran tersebut pasukan Demak memperoleh kemenangan gemilang. Runtuhlah kerajaan Majapahit.
Ketika Sunan Ngundung memasuki istana, dia menemukan banyak pusaka Majapahit yang ditinggalkan. Benda-benda itu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sebuah grobog, kemudian dibawa sebagai barang boyongan ke Demak. Di dalam perjalanan kembali ke Demak, grobog tersebut tertinggal di suatu tempat karena sesuatu sebab, tempat itulah yang kemudian disebut Grobogan. Grobog sendiri adalah tempat menyimpan senjata/barang pusaka, wayang, perhiasan, dan sebagainya. Peristiwa tersebut sangat mengesankan hati Sunan Ngundung, sebagai kenangan, tempat tersebut di beri nama Grobogan, yaitu tempat grobog tertinggal.
ASAL USUL NAMA KOTA JEPARA
Dulu ada orang yang sedang berjalan melewati Jepara melihat nelayan yang sedang membagi-bagi ikan hasil tangkapannya membagi dlm bahasa jawa adalah Para/Poro, maka pengembara tersebut menceritakan di kota tujuannya bahwa dia melewati Ujung Para karena dia melewati ujung pulau Jawa yang ada yang membagi ikan. Lama-lama kata Ujung Para berubah ejaannya menjadi lebih singkat yaitu Jung Para, masyarakat pun lama kelamaan berubah menjadi Jumpara lalu berubah menjadi Japara dan ahirnya berubah menjadi Jepara.
Orang Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten. Sedangkan nama Jepara di dalam sebutan bahasa Belanda: Yapara, Japare.
ASAL USUL NAMA KOTA KARANGANYAR
Nama Karanganyar berasal dari pedukuhan yang berada di desa ini. Nama ini diberikan oleh Raden Mas Said (Mangkunagara I), karena di tempat inilah, ia menemukan kemantapan akan perjanjian baru (bahasa Jawa: anyar) untuk menjadi penguasa setelah memakan wahyu keraton dalam wujud burung derkuku.
ASAL USUL NAMA KOTA KEBUMEN
Nama Kebumen konon berasal dari kabumian yang berarti sebagai tempat tinggal Kyai Bumi setelah dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumidirja atau Pangeran Mangkubumi dari Mataram pada 26 Juni 1677, saat berkuasanya Sunan Amangkurat I. Sebelumnya, daerah ini sempat tercatat dalam peta sejarah nasional sebagai salah satu tonggak patriotik dalam penyerbuan prajurit Mataram di zaman Sultan Agung ke benteng pertahanan Belanda di Batavia. Saat itu Kebumen masih bernama Panjer.
ASAL USUL NAMA KOTA KLATEN
Ada dua versi yang menyebut tentang asal muasal nama Klaten. Versi pertama mengatakan bahwa Klaten berasal dari kata kelati atau buah bibir. Kata kelati ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Versi kedua menyebutkan Klaten berasal dari kata Melati. Kata Melati kemudian berubah menjadi Mlati. Berubah lagi jadi kata Klati, sehingga memudahkan ucapan kata Klati berubah menjadi kata Klaten.
Versi ke dua ini atas dasar kata-kata orangtua sebagaimana dikutip dalam buku Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Bagian Ortakala Setda Kab. Dati II Klaten Tahun 1992/1993. Melati adalah nama seorang kyai yang pada kurang lebih 560 tahun yang lalu datang di suatu tempat yang masih berupa hutan belantara. Kyai Melati Sekolekan, nama lengkap dari Kyai Melati, menetap di tempat itu. Semakin lama semakin banyak orang yang tinggal di sekitarnya, dan daerah itulah yang menjadi Klaten yang sekarang.
ASAL USUL NAMA KOTA KENDAL
Di dalam buku "Babad Tanah Kendal" karya Ahmad Hamam Rochani, menyebutkan banyak sekali yang melatar belakangi nama Kendal. Ada yang menyebut dengan Kendalapura atau Kontali atau Kentali. Namun Babad Tanah Jawi menyebutnya bahwa Kendal berasal dari nama sebuah pohon, yaitu Pohon Kendal.
ASAL USUL NAMA KOTA KUDUS
Nama "Kudus" berasal dari Bahasa Arab yang berarti suci. Kudus bukan satu-satunya kabupaten yang menyandang nama Arab di Tanah Jawa karena Kabupaten Demak dan Kabupaten Kendal juga berasal dari Bahasa Arab. Dari kata Al-Quds tersebut kemudian lahir kata Kudus, yang kemudian digunakan untuk nama kota Kudus sekarang. Sebelumnya mungkin bernama Loaram, dan nama ini masih dipakai sebagai nama Desa Loram sampai sekarang. Masjid buatan Sunan Kudus tersebut dikenal dengan nama masjid Menara di Kauman Kulon. Sejak Sunan Kudus bertempat tinggal di daerah itu, jumlah kaum muslimin makin bertambah sehingga daerah disekitar Masjid diberi nama Kauman, yang berarti tempat tinggal kaum muslimin.
ASAL USUL NAMA KOTA MAGELANG
Terdapat beberapa versi yang menjelaskan asal nama Magelang. Versi terpopuler mengatakan bahwa Magelang berasal dari kata tepung gelang, yang berarti "mengepung rapat seperti gelang". Nama tersebut diberikan untuk mengenang Raja Jin Sonta yang dikepung di daerah ini oleh pasukan Mataram sebelum akhirnya mati di tangan Pangeran Purbaya.
ASAL USUL NAMA KOTA PEKALONGAN
Kata Pekalongan berasal kata kalong, yang berarti "kelelawar" dalam bahasa Jawa. Menurut legenda, Raden Bahu (bupati Kendal I), seorang abdi dalem Sultan Agung, diberi perintah oleh Sultan Agung untuk membangun sebuah daerah di sebelah barat Kota Kendal,Raden Bahu pun melakukan tapa ngalong (bertapa seperti kelelawar) di daerah ini.
ASAL USUL NAMA KOTA PEMALANG
Nama Pemalang diambil dari nama sungai me'malang' yang membentang dari sebelah utara desa Kabunan membujur ke pelabuhan Pelawangan. Sungai tersebut sering digunakan untuk sarana angkutan, membawa barang-barang dari pusat Pemalang ke berbagai wilayah seperti Kabunan, Taman, Beji, Pedurungan (pada abad ke XIV di masa Majapahit berkuasa) saat itu penguasa Pemalang adalah Ki Gede Sambungyudha.
Karena erosi akibat arus sungai yang membawa lumpur dari gunung ke laut diperkirakan per tahun terkikis lima-enam meter maka sungai MALANG berpindah ke utara dari Comal ke Asemdoyong, sungai itu melintang malang, tidak dari selatan gunung ke utara tetapi dari timur ke barat, sehingga membingungkan orang yang mau berbuat jahat. contohnya ketika patih Thalabuddin dari kesultanan Banten membawa keris Kyai tapak ia mendadak menjadi bingung ( keder ) sehingga mondar-mandir saja di Pemalang.
ASAL USUL NAMA KOTA PURBALINGGA
Nama Purbalingga berdasarkan kosa katanya terdiri atas dua suku kata, yaitu purba yang berarti kuna dan lingga yang berarti phallus. Selain pengertian ini, juga dikenal cerita tutur tentang asal mula nama Purbalingga, yaitu terdapatnya tokoh Kyai Purbasena dan Kyai Linggasena yang dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya Purbalingga. Dari interpretasi nama Purbalingga mengindikasikan bahwa daerah ini mengandung berbagai tinggalan kebudayaan dari masa yang paling tua yaitu Purba.
ASAL USUL NAMA KOTA REMBANG
Rembang dapat diambil dari sebuah manuskrip/tulisan di sebutkan antara lain: “…kira-kira tahun Syaka 1336 ada orang Campa Banjarmlati berjumlah delapam keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika ada di negaranya…”Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat di patahkan itu.Berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir dan kanan kirinya tumbuh tak teratur pohon bakau. Kepindahannya itu di pimpin oleh kakek Pow Ie Din; setelah mendarat kamudian mengadakan do’a dan semedi, kemudian di mulai menebang pohon bakau tadi yang kemudian di teruskan oleh orang-orang lainnya.
Tanah lapang itu kemudian di buat tegalan dan pekarangan serta perumahan yang selanjutnya menjadi perkampungan itu dinamakan kampung : KABONGAN; mengambil kata dari sebutan pohon bakau, menjadi Ka-bonga-an (Kabongan),…. Pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka; orang-orang akan mulai ngrembang (mbabat,Ind : memangkas) tebu. Sebelum di mulai mbabat diadakan upacara suci Sembayang dan semedi di tempat tebu serumpun yang akan dikepras/di pangkas dua pohon, untuk tebu “Penganten”.Upacara pengeprasan itu dinamakan “ngRembang”, sampai di jadikan nama Kota Rembang hingga saat ini.
ASAL USUL NAMA KOTA SEMARANG
Semarang pertama kali didirikan oleh Raden Kaji Kasepuhan (dikenal sebagai Ki Pandan Arang II) pada tanggal 2 Mei 1547 dan disahkan oleh Sultan Hadiwijaya. Kata "Semarang" konon merupakan pemberian dari Ki Pandan Arang II, ketika dalam perjalanan ia menjumpai deretan pohon asam (Bahasa Jawa: asem) yang berjajar secara jarang (Bahasa Jawa: arang-arang), sehingga tercipta nama Semarang.
ASAL USUL NAMA KOTA SRAGEN
Berawal dari Pemberontakan terhadap Pakubuwono II raja Mataram di Surakarta oleh Raden Mas Said [ kelak menjadi Mangkunegoro i ] & Pangeran Mangkubumi yang mengganti namanya menjadi Pangeran Sukowati. Pada masa perjuangannya Pangeran Sukowati [ kelak menjadi Hamengkubuwono I ] melewati sebuah Padepokan yang dipimpin oleh seorang kyai, yakni Kyai Srenggi. Konon Kyai Srenggi ini adalah salah seorang Panglima Perang dari Sunan Amangkurat di Kartosuro, yang sebetulnya bernama asli Tumenggung Alap-Alap. Untuk menghilangkan jejak beliau berganti nama Kyai Srenggi.
Pada saat Pangeran Sukowati singgah di padepokan tersebut oleh Kyai Srenggi disuguhi Legen dan Polowijo.Pangeran Sukowati merasa sangat puas dan beliau bersabda bahwa tempat tersebut diberi nama “SRAGEN” dari kata “Pasarah Legen”.
ASAL USUL NAMA KOTA SALATIGA
Kota Salatiga berasal dari kisah pada jaman Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga menamakan daerah itu dengan “Salah Tigo”. Pada akhir kisah yang panjang Sunan Kalijaga berkata “Ada 3 yang melakukan kesalahan di sini, yaitu kau sendiri, suamimu, dan para penyamun itu. Kelak, tempat ini akan menjadi kota yang ramai,”. Pada perkembangan selanjutnya, nama Salah Tigo bergeser ucapannya menjadi Salatiga. Kini, Salatiga menjadi kota yang ramai seperti yang pernah diperkirakan oleh Sunan Kalijaga
ASAL USUL NAMA KOTA SUKOHARJO
Asal mula kota Sukoharjo dari kata Sukoraharjo, terkait atas perpindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala akibat geger pecinan pada waktu pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana II. Perpindahan terjadi atas nasihat para sesepuh karena keraton Kartsura dianggap sudah tercemar oleh darah pemberontak. Untuk memenuhi nasihat para sesepuh Keraton, Sri Susuhunan Pakubuwono II mengadakan pembicaraan dengan Kyai Yosodipuro, Kyai Tohjoyo, dan Pangeran Wijil. Kyai Tohjoyo menyarankan agar tanah yang akan dijadikan keraton kelak dapat mendatangkan Sukoraharjo [kesejahteraan]. Kyai Yosodipuro sependapat dan menyarankan supaya tanah itu nantinya tanah yang berbau wangi atau Talawangi. Sri Susuhunan menyetujui dan menugaskan Pangeran Wijil untuk mendapatkan lokasi keraton yang baru. Dalam pelaksanaannya Pangeran Mijilpun membentuk tim. Tim pertama dipimpin oleh Suranata, Kyai Khalifah Buyut, dan Mas Penghulu Pekik Ibrahim. Tim kedua dipimpin oleh Raden Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Tirtowiguno. Atas perintah Pangeran Mijil berangkatlah kedua Tim tersebut, Tim kedua yang dipimpin Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Tirtowiguno ke arah selatan menyeberangi sungai besar untuk mencari & mendapatkan lokasi keraton yang baru, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, konon mereka menemukan tempat yang datar dan subur yang mereka anggap cocok untuk didirikan kerajaan baru.
Meskipun tanah yang diyakini Tumenggung Honggowongso sebagai bumi Sukoraharjo tidak jadi dipakai untuk membangun keraton, karena setelah dilaporkan Sri Susuhunan, beliau meminta pendapat para sesepuh, yang sebenarnya mendukung hasil tersebut. Namun, menurut Kiai Yosodipuro daerah tersebut dalam segi keamanan tidak memenuhi syarat, daerah yang diyakini dapat memberikan kesejahteraan tersebut terlalu berdekatan dengan markas perlawanan Pangeran Sambernyawa [Raden Mas Said] di Nglaroh [terletak di desa Pule, kecamatan Selogiri], yang sedang tidak bersahabat dengan Sri Susuhunan saat itu.
ASAL USUL NAMA KOTA SURAKARTA
Asal mula Kota Surakarta terkait erat dengan desa "Sala" sebuah dusun yang akhirnya dipilih oleh Sunan Pakubuwana II dari tiga dusun terakhir yang diajukan kepadanya ketika akan mendirikan istana yang baru, setelah perang suksesi Mataram terjadi di Kartasura [geger pecinan]. Nama Surakarta, yang sekarang dipakai sebagai nama administrasi yang mulai dipakai ketika Kerajaan Mataram Kasunanan Surakarta didirikan, sebagai kelanjutan monarki Kerajaan Mataram di Kartasura sebelum adanya perjanjian Giyanti yang membelah Kerajaan Mataram Surakarta menjadi dua, yaitu Kasunanan .Surakarta & Kasultanan Yogyakarta. Dalam hal ini tentu saja Usia Kasunanan Surakarta sebagai penerus Kerajaan Mataram berusia lebih tua dibandingkan Kasultanan Yogjakarta, karena sejatinya Keraton Kasunanan Surakarta yang sekarang tak lain dan tak bukan adalah Keraton Kasunanan Mataram Surakarta sebelum dibagi menjadi dua pada perjanjian Giyanti.
Pada masa sekarang, nama Surakarta digunakan dalam situasi formal-pemerintahan, sedangkan nama Sala/Solo lebih umum penggunaannya. Kata sura dalam bahasa Jawa berarti "keberanian" dan karta berarti "sempurna"/"penuh".
Dapat pula dikatakan bahwa nama Surakarta merupakan permainan kata "dibalik" dari Kartasura sebagai asal muasal tempat/nama keraton lama di Kartasura yang sudah tercemar oleh pemberontak. Sedangkan kata sala, nama yang dipakai untuk desa tempat istana baru dibangun, adalah nama pohon suci asal India, sala, yang bisa Couroupita guianensis atau Shorea robusta. Ketika Indonesia masih menganut Ejaan van Ophuysen, nama kota ini ditulis Soerakarta. Nama Surakarta diberikan sebagai nama "wisuda" resmi bagi pusat pemerintahan baru ini. Namun, sejumlah catatan lama menyebut bentuk antara "Salakarta". Sedangkan nama Kota Solo [Sala] lebih digunakan untuk sebutan populer yang bersifat branding saja.
ASAL USUL NAMA KOTA TEGAL
Tegal berasal dari nama Tetegal, tanah subur yang mampu menghasilkan tanaman pertanian (Depdikbud Kabupaten Tegal, 1984). Sumber lain menyatakan, nama Tegal dipercaya berasal dari kata Teteguall. Sebutan yang diberikan seorang pedagang asal Portugis yaitu Tome Pires yang singgah di Pelabuhan Tegal pada tahun 1500–an (Suputro, 1955). Kabupaten Tegal berdiri pada tanggal 18 Mei 1601 pada saat Ki Gede Sebayu diangkat sebagai juru demung di Tegal oleh Sultan Mataram dan mulai membangun daerah ini.
ASAL USUL NAMA KOTA TEMANGGUNG
Dari buku sejarah karangan I Wayan badrika disebutkan bahwa Rakai Pikatan selaku raja Mataram Kuno berkeinginan menguasai wilayah Jawa Tengah. Namun untuk merebut kekuasaan dari raja Bala Putra Dewa selaku penguasa kerajaan Syailendra tidak berani. Maka untuk mencapai maksud tersebut Rakai Pikatan membuat strategi dengan mengawini Dyah Pramudha Wardani kakak raja Bala Putra Dewa dengan tujuan untuk memiliki pengaruh kuat di kerajaan Syailendra. Selain itu Rakai Pikatan juga menghimpun kekuatan yang ada di wilayahnya baik para prajurit dan senapati serta menghimpun biaya yang berasal dari upeti para demang.
Pada saat itu yang diberi kepercayaan untuk mengumpulkan upeti adalah Demang Gong yang paling luas wilayahnya. Rakai Pikatan menghimpun bala tentara dan berangkat ke kerajaan syailendra pada tanggal 27 Mei 855 Masehi untuk melakukan penyerangan. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi dan menyerahkan wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.
ASAL USUL NAMA KOTA WONOGIRI
Cerita legenda yang bersifat simbolis mengisahkan bahwa Masjid Agung Demak dibuat oleh para Wali dalam 1 (satu) malam. Keempat saka guru Masjid Agung Demak merupakan sumbangan dari 4 (empat) wali yaitu Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga. Sedangkan saka berukir yang dipasang di serambi masjid dipercaya berasak dari Kerajaan Majapahit dan disebut “Saka Majapahit”. Sehubungan dengan hal tersebut, Kabupaten Wonogiri memiliki peran yang sangat penting.
Seperti wali yang lainnya, Sunan Giri segera melaksanakan tugasnya untuk mencari kayu jati. Beliau mencari kayu jati ke arah selatan menyusuri Sungai Bengawan Solo. Dikisahkan sepanjang perjalanan selalu melewati hutan dan gunung. Sampailah perjalanan Sunan Giri di sebuah hutan di sebuah gunung yang penuh dengan Pohon Jati. Melalui ijin dari Ki Donosari si pemilik hutan tersebut, Sunan Giri memilih pohon jati yang sangat tua yang tinggi, besar dan lurus. Untuk memudahkan cara pengangkutan kayu jati tersebut dihanyutkan melalui Sungai Kedawung yang bermuara di Sungai Bengawan Solo.
Di sini terdapat cerita legenda bahwa saat mengangkut kayu ke sungai Kedawung, Ki Donosari memerintahkan sinden untuk naik di atas kayu dan melantunkan tembang mocopat. Anehnya, kayu terasa lebih ringan dan mudah dibawa. Sesampainya di Sungai Kedawung, Sunan Giri memberi nama daerah tersebut “Wonogiri”, karena sepanjang jalan yang dilihatnya hanya hutan dan gunung.
ASAL USUL NAMA KOTA WONOSOBO
Kota Wonosobo terkait erat dengan perkembangan kekuasaan Mataram Islam pada abad ke XVII atau sekitar tahun 1600-an. Ketika itu Wonosobo masih berupa hamparan kawasan hutan belantara. Lalu pada suatu ketika datanglah tiga pengelana masing-masing bernama Kyai Walik, Kyai Kolodete, dan Kyai Karim. Mereka bersama sanak saudara mulai merintis suatu pemukiman di daerah Wonosobo.
Mereka memulai membuka hutan dan mengubahnya menjadi tempat pemukiman serta lahan pertanian sebagai sumber penghidupan mereka. Dalam perjalanan ketiga Kyai tersebut bermukim ditempat yang berbeda-beda, Kyai Kolodete bermukim di daerah Dataran Tinggi Dieng, Kyai Walik bermukim di daerah sekitar kota Wonosobo, ia disebut sebagai tokoh perancang kota sedangkan Kyai Karim bermukim di daerah Kalibeber.
Dari ketiga tokoh pendiri Kota Wonosobo, Konon Kyai Walik adalah seorang tokoh ulama yang paling dekat di hati rakyat, seorang figur pemimpin merakyat. Setelah para Kyai tersebut menempati tempat tinggal baru maka mulailah terjadi perkembangan baru. Para pendatang makin banyak dan semakin terkenallah daerah Wonosobo. Sedangkan Asal nama Wonosobo sangat erat kaitanya dengan banyaknya para pendatang. Secara etimologi Wonosobo berasal dari dua kata yaitu " Wono " yang berartihutan dan " Sobo " yang berarti mengunjungi. Jadi kata Wonosobo kurang lebih berarti "Kawasan hutan yang banyak dikunjungi".
Share :
Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada pemerintah mataram, sehingga di usulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono VII untuk di tetapkan menjadi bupati banjar berdasarkan Resolutie Governeor General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I,
untuk mengisi jabatan Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang berkedudukan di Banjarmangu dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui. Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan komunikasi dengan Kasunanan Surakarta.
Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada saat-saat tertentu di Kasunanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.
Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar) inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini menjadi Banjarnegara (Banjar : Sawah, Negara : Kota).
ASAL USUL NAMA KOTA BANYUMAS
Kota Banyumas berasal ketika sedang sibuk-sibuknya membangun pusat pemerintahan itu, kebetulan pada waktu itu ada sebatang kayu besar hanyut di sungai Serayu. Pohon tersebut namanya pohon Kayu Mas yang setelah diteliti berasal dari Desa Karangjambu (Kecamatan Kejobong, Bukateja, Kabupaten Purbalinga), sekarang sebelah timur Wirasaba. Anehnya kayu tersebut terhenti di sungai Serayu dekat lokasi pembangunan pusat pemerintahan. Adipati Marapat tersentuh hatinya melihat kejadian tersebut, kemudian berkenan untuk mengambil Kayu Mas tersebut untuk dijadikan Saka Guru. Karena kayu itu namanya Kayu Mas dan hanyut terbawa air (banyu), maka pusat emerintahan yang dibangun ini kemudian diberi nama Banyumas (perpaduan antara air (banyu) dan Kayu Mas)).
ASAL USUL NAMA KOTA BATANG
Menurut legenda yang sangat populer, Batang berasal dari kata = Ngembat- Watang yang berarti mengangkat batang kayu. Hal ini diambil dari peristiwa kepahlawanan Ki Ageng Bahurekso, yang dianggap dari cikal bakal Batang.
ASAL USUL NAMA KOTA BLORA
Menurut cerita rakyat Blora berasal dari kata BELOR yang berarti lumpur, kemudian berkembang menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama BLORA. Secara etimologi Blora berasal dari kata WAI + LORAH. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah. Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan arti kata. Sehingga seiring dengan perkembangan zaman kata WAILORAH menjadi BAILORAH, dari BAILORAH menjadi BALORA dan kata BALORA akhirnya menjadi BLORA. Jadi nama BLORA berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan pengertian tanah berlumpur.
ASAL USUL NAMA KOTA BOYOLALI
Nama Boyolali berhubungan dengan ceritera Ki Ageng Pandan Arang (Bupati Semarang pada abad XVI. Alkisah, Ki Ageng Pandan Arang yang lebih dikenal dengan Tumenggung Notoprojo diramalkan oleh Sunan Kalijogo sebagai Wali penutup menggantikan Syeh Siti Jenar. Oleh Sunan Kalijogo, Ki Ageng Pandan Arang diutus untuk menuju ke Gunung Jabalakat di Tembayat (Klaten) untuk syiar agama Islam. Ki Ageng beristirahat di sebuah Batu Besar yang berada di tengah sungai. Dalam istirahatnya Ki Ageng Berucap “ BAYA WIS LALI WONG IKI” yang dalam bahasa indonesia artinya “Sudah lupakah orang ini”.Dari kata Baya Wis Lali/ maka jadilah nama BOYOLALI. Batu besar yang berada di Kali Pepe yang membelah kota Boyolali mungkinkah ini tempat beristirahat Ki Ageng Pandan Arang.
ASAL USUL NAMA KOTA BREBES
Brebes yang pada awal mulanya konon mempunyai banyak air dan sering tergenang air, bahkan ada kemungkinan masih berupa rawa-rawa. Mengingat banyak air yang merembes, Munculah kemudian nama Brebes, yang selanjutnya mengalami "verbastering" (perubahan) menjadi Brebes. Pendapat kedua mencoba menghubungkannya dengan masuknya agama Islam pada awal mulanya ke Brebes, yang sekalipun dihalang-halangi namun ternyata masih juga merembes, yang dalam bahasa daerah disebut disebut "berbes". Oleh karenanya muncullah kemudian nama Berbes, yang selanjutnya berubah menjadi Brebes.
ASAL USUL NAMA KOTA CILACAP
Nama Cilacap mengadopsi dari bahasa Sunda, Ci berarti sungai/air dan Lacap berarti sungai atau bunyi-bunyian. Lacap/Tlacap juga berarti lancip atau tanah yang menjorok ke laut. Sehingga Cilacap berarti tanah lancip yang menjorok ke air laut. Sementara ada pula yang mengatakan Cilacap berasal dari kata Cacab, yang dikenal oleh masyarakat Cilacap sampai sekarang sebagai cara menanam satu tanaman di lahan yang berair, cara ini dikenal dengan mencacab. Imbuhan Ci dipengaruhi oleh bahasa Sunda yang berarti air, karena sebagian penduduk Cilacap terdiri dari orang Sunda yang sejak tahun 1475 – 1831 sebagai warga Kabupaten Dayeuh Luhur dan wilayahnya kini digabungkan dengan Kabupaten Cilacap oleh Pemerintah Belanda.
ASAL USUL NAMA KOTA DEMAK
Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa.
Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.
ASAL USUL NAMA KOTA GROBOGAN
Asal mula Kota Grobogan menurut cerita tutur yang beredar di daerah Grobogan, suatu ketika pasukan kesultanan Demak di bawah pimpinan Sunan Ngundung & Sunan Kudus menyerbu ke pusat kerajaan Majapahit. Dalam pertempuran tersebut pasukan Demak memperoleh kemenangan gemilang. Runtuhlah kerajaan Majapahit.
Ketika Sunan Ngundung memasuki istana, dia menemukan banyak pusaka Majapahit yang ditinggalkan. Benda-benda itu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sebuah grobog, kemudian dibawa sebagai barang boyongan ke Demak. Di dalam perjalanan kembali ke Demak, grobog tersebut tertinggal di suatu tempat karena sesuatu sebab, tempat itulah yang kemudian disebut Grobogan. Grobog sendiri adalah tempat menyimpan senjata/barang pusaka, wayang, perhiasan, dan sebagainya. Peristiwa tersebut sangat mengesankan hati Sunan Ngundung, sebagai kenangan, tempat tersebut di beri nama Grobogan, yaitu tempat grobog tertinggal.
ASAL USUL NAMA KOTA JEPARA
Dulu ada orang yang sedang berjalan melewati Jepara melihat nelayan yang sedang membagi-bagi ikan hasil tangkapannya membagi dlm bahasa jawa adalah Para/Poro, maka pengembara tersebut menceritakan di kota tujuannya bahwa dia melewati Ujung Para karena dia melewati ujung pulau Jawa yang ada yang membagi ikan. Lama-lama kata Ujung Para berubah ejaannya menjadi lebih singkat yaitu Jung Para, masyarakat pun lama kelamaan berubah menjadi Jumpara lalu berubah menjadi Japara dan ahirnya berubah menjadi Jepara.
Orang Jawa menyebut menyebut nama Jepara menjadi Jeporo, dan orang Jawa yang menggunakan bahasa krama inggil menyebut Jepara menjadi Jepanten. Sedangkan nama Jepara di dalam sebutan bahasa Belanda: Yapara, Japare.
ASAL USUL NAMA KOTA KARANGANYAR
Nama Karanganyar berasal dari pedukuhan yang berada di desa ini. Nama ini diberikan oleh Raden Mas Said (Mangkunagara I), karena di tempat inilah, ia menemukan kemantapan akan perjanjian baru (bahasa Jawa: anyar) untuk menjadi penguasa setelah memakan wahyu keraton dalam wujud burung derkuku.
ASAL USUL NAMA KOTA KEBUMEN
Nama Kebumen konon berasal dari kabumian yang berarti sebagai tempat tinggal Kyai Bumi setelah dijadikan daerah pelarian Pangeran Bumidirja atau Pangeran Mangkubumi dari Mataram pada 26 Juni 1677, saat berkuasanya Sunan Amangkurat I. Sebelumnya, daerah ini sempat tercatat dalam peta sejarah nasional sebagai salah satu tonggak patriotik dalam penyerbuan prajurit Mataram di zaman Sultan Agung ke benteng pertahanan Belanda di Batavia. Saat itu Kebumen masih bernama Panjer.
ASAL USUL NAMA KOTA KLATEN
Ada dua versi yang menyebut tentang asal muasal nama Klaten. Versi pertama mengatakan bahwa Klaten berasal dari kata kelati atau buah bibir. Kata kelati ini kemudian mengalami disimilasi menjadi Klaten. Klaten sejak dulu merupakan daerah yang terkenal karena kesuburannya. Versi kedua menyebutkan Klaten berasal dari kata Melati. Kata Melati kemudian berubah menjadi Mlati. Berubah lagi jadi kata Klati, sehingga memudahkan ucapan kata Klati berubah menjadi kata Klaten.
Versi ke dua ini atas dasar kata-kata orangtua sebagaimana dikutip dalam buku Klaten dari Masa ke Masa yang diterbitkan Bagian Ortakala Setda Kab. Dati II Klaten Tahun 1992/1993. Melati adalah nama seorang kyai yang pada kurang lebih 560 tahun yang lalu datang di suatu tempat yang masih berupa hutan belantara. Kyai Melati Sekolekan, nama lengkap dari Kyai Melati, menetap di tempat itu. Semakin lama semakin banyak orang yang tinggal di sekitarnya, dan daerah itulah yang menjadi Klaten yang sekarang.
ASAL USUL NAMA KOTA KENDAL
Di dalam buku "Babad Tanah Kendal" karya Ahmad Hamam Rochani, menyebutkan banyak sekali yang melatar belakangi nama Kendal. Ada yang menyebut dengan Kendalapura atau Kontali atau Kentali. Namun Babad Tanah Jawi menyebutnya bahwa Kendal berasal dari nama sebuah pohon, yaitu Pohon Kendal.
ASAL USUL NAMA KOTA KUDUS
Nama "Kudus" berasal dari Bahasa Arab yang berarti suci. Kudus bukan satu-satunya kabupaten yang menyandang nama Arab di Tanah Jawa karena Kabupaten Demak dan Kabupaten Kendal juga berasal dari Bahasa Arab. Dari kata Al-Quds tersebut kemudian lahir kata Kudus, yang kemudian digunakan untuk nama kota Kudus sekarang. Sebelumnya mungkin bernama Loaram, dan nama ini masih dipakai sebagai nama Desa Loram sampai sekarang. Masjid buatan Sunan Kudus tersebut dikenal dengan nama masjid Menara di Kauman Kulon. Sejak Sunan Kudus bertempat tinggal di daerah itu, jumlah kaum muslimin makin bertambah sehingga daerah disekitar Masjid diberi nama Kauman, yang berarti tempat tinggal kaum muslimin.
ASAL USUL NAMA KOTA MAGELANG
Terdapat beberapa versi yang menjelaskan asal nama Magelang. Versi terpopuler mengatakan bahwa Magelang berasal dari kata tepung gelang, yang berarti "mengepung rapat seperti gelang". Nama tersebut diberikan untuk mengenang Raja Jin Sonta yang dikepung di daerah ini oleh pasukan Mataram sebelum akhirnya mati di tangan Pangeran Purbaya.
ASAL USUL NAMA KOTA PEKALONGAN
Kata Pekalongan berasal kata kalong, yang berarti "kelelawar" dalam bahasa Jawa. Menurut legenda, Raden Bahu (bupati Kendal I), seorang abdi dalem Sultan Agung, diberi perintah oleh Sultan Agung untuk membangun sebuah daerah di sebelah barat Kota Kendal,Raden Bahu pun melakukan tapa ngalong (bertapa seperti kelelawar) di daerah ini.
ASAL USUL NAMA KOTA PEMALANG
Nama Pemalang diambil dari nama sungai me'malang' yang membentang dari sebelah utara desa Kabunan membujur ke pelabuhan Pelawangan. Sungai tersebut sering digunakan untuk sarana angkutan, membawa barang-barang dari pusat Pemalang ke berbagai wilayah seperti Kabunan, Taman, Beji, Pedurungan (pada abad ke XIV di masa Majapahit berkuasa) saat itu penguasa Pemalang adalah Ki Gede Sambungyudha.
Karena erosi akibat arus sungai yang membawa lumpur dari gunung ke laut diperkirakan per tahun terkikis lima-enam meter maka sungai MALANG berpindah ke utara dari Comal ke Asemdoyong, sungai itu melintang malang, tidak dari selatan gunung ke utara tetapi dari timur ke barat, sehingga membingungkan orang yang mau berbuat jahat. contohnya ketika patih Thalabuddin dari kesultanan Banten membawa keris Kyai tapak ia mendadak menjadi bingung ( keder ) sehingga mondar-mandir saja di Pemalang.
ASAL USUL NAMA KOTA PURBALINGGA
Nama Purbalingga berdasarkan kosa katanya terdiri atas dua suku kata, yaitu purba yang berarti kuna dan lingga yang berarti phallus. Selain pengertian ini, juga dikenal cerita tutur tentang asal mula nama Purbalingga, yaitu terdapatnya tokoh Kyai Purbasena dan Kyai Linggasena yang dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya Purbalingga. Dari interpretasi nama Purbalingga mengindikasikan bahwa daerah ini mengandung berbagai tinggalan kebudayaan dari masa yang paling tua yaitu Purba.
ASAL USUL NAMA KOTA REMBANG
Rembang dapat diambil dari sebuah manuskrip/tulisan di sebutkan antara lain: “…kira-kira tahun Syaka 1336 ada orang Campa Banjarmlati berjumlah delapam keluarga yang pandai membuat gula tebu ketika ada di negaranya…”Orang-orang tadi pindah untuk membuat gula merah yang tidak dapat di patahkan itu.Berangkatnya melalui lautan menuju arah barat hingga mendarat di sekitar sungai yang pinggir dan kanan kirinya tumbuh tak teratur pohon bakau. Kepindahannya itu di pimpin oleh kakek Pow Ie Din; setelah mendarat kamudian mengadakan do’a dan semedi, kemudian di mulai menebang pohon bakau tadi yang kemudian di teruskan oleh orang-orang lainnya.
Tanah lapang itu kemudian di buat tegalan dan pekarangan serta perumahan yang selanjutnya menjadi perkampungan itu dinamakan kampung : KABONGAN; mengambil kata dari sebutan pohon bakau, menjadi Ka-bonga-an (Kabongan),…. Pada suatu hari saat fajar menyingsing di bulan Waisaka; orang-orang akan mulai ngrembang (mbabat,Ind : memangkas) tebu. Sebelum di mulai mbabat diadakan upacara suci Sembayang dan semedi di tempat tebu serumpun yang akan dikepras/di pangkas dua pohon, untuk tebu “Penganten”.Upacara pengeprasan itu dinamakan “ngRembang”, sampai di jadikan nama Kota Rembang hingga saat ini.
ASAL USUL NAMA KOTA SEMARANG
Semarang pertama kali didirikan oleh Raden Kaji Kasepuhan (dikenal sebagai Ki Pandan Arang II) pada tanggal 2 Mei 1547 dan disahkan oleh Sultan Hadiwijaya. Kata "Semarang" konon merupakan pemberian dari Ki Pandan Arang II, ketika dalam perjalanan ia menjumpai deretan pohon asam (Bahasa Jawa: asem) yang berjajar secara jarang (Bahasa Jawa: arang-arang), sehingga tercipta nama Semarang.
ASAL USUL NAMA KOTA SRAGEN
Berawal dari Pemberontakan terhadap Pakubuwono II raja Mataram di Surakarta oleh Raden Mas Said [ kelak menjadi Mangkunegoro i ] & Pangeran Mangkubumi yang mengganti namanya menjadi Pangeran Sukowati. Pada masa perjuangannya Pangeran Sukowati [ kelak menjadi Hamengkubuwono I ] melewati sebuah Padepokan yang dipimpin oleh seorang kyai, yakni Kyai Srenggi. Konon Kyai Srenggi ini adalah salah seorang Panglima Perang dari Sunan Amangkurat di Kartosuro, yang sebetulnya bernama asli Tumenggung Alap-Alap. Untuk menghilangkan jejak beliau berganti nama Kyai Srenggi.
Pada saat Pangeran Sukowati singgah di padepokan tersebut oleh Kyai Srenggi disuguhi Legen dan Polowijo.Pangeran Sukowati merasa sangat puas dan beliau bersabda bahwa tempat tersebut diberi nama “SRAGEN” dari kata “Pasarah Legen”.
ASAL USUL NAMA KOTA SALATIGA
Kota Salatiga berasal dari kisah pada jaman Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga menamakan daerah itu dengan “Salah Tigo”. Pada akhir kisah yang panjang Sunan Kalijaga berkata “Ada 3 yang melakukan kesalahan di sini, yaitu kau sendiri, suamimu, dan para penyamun itu. Kelak, tempat ini akan menjadi kota yang ramai,”. Pada perkembangan selanjutnya, nama Salah Tigo bergeser ucapannya menjadi Salatiga. Kini, Salatiga menjadi kota yang ramai seperti yang pernah diperkirakan oleh Sunan Kalijaga
ASAL USUL NAMA KOTA SUKOHARJO
Asal mula kota Sukoharjo dari kata Sukoraharjo, terkait atas perpindahan Keraton Kartasura ke Desa Sala akibat geger pecinan pada waktu pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwana II. Perpindahan terjadi atas nasihat para sesepuh karena keraton Kartsura dianggap sudah tercemar oleh darah pemberontak. Untuk memenuhi nasihat para sesepuh Keraton, Sri Susuhunan Pakubuwono II mengadakan pembicaraan dengan Kyai Yosodipuro, Kyai Tohjoyo, dan Pangeran Wijil. Kyai Tohjoyo menyarankan agar tanah yang akan dijadikan keraton kelak dapat mendatangkan Sukoraharjo [kesejahteraan]. Kyai Yosodipuro sependapat dan menyarankan supaya tanah itu nantinya tanah yang berbau wangi atau Talawangi. Sri Susuhunan menyetujui dan menugaskan Pangeran Wijil untuk mendapatkan lokasi keraton yang baru. Dalam pelaksanaannya Pangeran Mijilpun membentuk tim. Tim pertama dipimpin oleh Suranata, Kyai Khalifah Buyut, dan Mas Penghulu Pekik Ibrahim. Tim kedua dipimpin oleh Raden Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Tirtowiguno. Atas perintah Pangeran Mijil berangkatlah kedua Tim tersebut, Tim kedua yang dipimpin Tumenggung Honggowongso dan Tumenggung Tirtowiguno ke arah selatan menyeberangi sungai besar untuk mencari & mendapatkan lokasi keraton yang baru, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan, konon mereka menemukan tempat yang datar dan subur yang mereka anggap cocok untuk didirikan kerajaan baru.
Meskipun tanah yang diyakini Tumenggung Honggowongso sebagai bumi Sukoraharjo tidak jadi dipakai untuk membangun keraton, karena setelah dilaporkan Sri Susuhunan, beliau meminta pendapat para sesepuh, yang sebenarnya mendukung hasil tersebut. Namun, menurut Kiai Yosodipuro daerah tersebut dalam segi keamanan tidak memenuhi syarat, daerah yang diyakini dapat memberikan kesejahteraan tersebut terlalu berdekatan dengan markas perlawanan Pangeran Sambernyawa [Raden Mas Said] di Nglaroh [terletak di desa Pule, kecamatan Selogiri], yang sedang tidak bersahabat dengan Sri Susuhunan saat itu.
ASAL USUL NAMA KOTA SURAKARTA
Asal mula Kota Surakarta terkait erat dengan desa "Sala" sebuah dusun yang akhirnya dipilih oleh Sunan Pakubuwana II dari tiga dusun terakhir yang diajukan kepadanya ketika akan mendirikan istana yang baru, setelah perang suksesi Mataram terjadi di Kartasura [geger pecinan]. Nama Surakarta, yang sekarang dipakai sebagai nama administrasi yang mulai dipakai ketika Kerajaan Mataram Kasunanan Surakarta didirikan, sebagai kelanjutan monarki Kerajaan Mataram di Kartasura sebelum adanya perjanjian Giyanti yang membelah Kerajaan Mataram Surakarta menjadi dua, yaitu Kasunanan .Surakarta & Kasultanan Yogyakarta. Dalam hal ini tentu saja Usia Kasunanan Surakarta sebagai penerus Kerajaan Mataram berusia lebih tua dibandingkan Kasultanan Yogjakarta, karena sejatinya Keraton Kasunanan Surakarta yang sekarang tak lain dan tak bukan adalah Keraton Kasunanan Mataram Surakarta sebelum dibagi menjadi dua pada perjanjian Giyanti.
Pada masa sekarang, nama Surakarta digunakan dalam situasi formal-pemerintahan, sedangkan nama Sala/Solo lebih umum penggunaannya. Kata sura dalam bahasa Jawa berarti "keberanian" dan karta berarti "sempurna"/"penuh".
Dapat pula dikatakan bahwa nama Surakarta merupakan permainan kata "dibalik" dari Kartasura sebagai asal muasal tempat/nama keraton lama di Kartasura yang sudah tercemar oleh pemberontak. Sedangkan kata sala, nama yang dipakai untuk desa tempat istana baru dibangun, adalah nama pohon suci asal India, sala, yang bisa Couroupita guianensis atau Shorea robusta. Ketika Indonesia masih menganut Ejaan van Ophuysen, nama kota ini ditulis Soerakarta. Nama Surakarta diberikan sebagai nama "wisuda" resmi bagi pusat pemerintahan baru ini. Namun, sejumlah catatan lama menyebut bentuk antara "Salakarta". Sedangkan nama Kota Solo [Sala] lebih digunakan untuk sebutan populer yang bersifat branding saja.
ASAL USUL NAMA KOTA TEGAL
Tegal berasal dari nama Tetegal, tanah subur yang mampu menghasilkan tanaman pertanian (Depdikbud Kabupaten Tegal, 1984). Sumber lain menyatakan, nama Tegal dipercaya berasal dari kata Teteguall. Sebutan yang diberikan seorang pedagang asal Portugis yaitu Tome Pires yang singgah di Pelabuhan Tegal pada tahun 1500–an (Suputro, 1955). Kabupaten Tegal berdiri pada tanggal 18 Mei 1601 pada saat Ki Gede Sebayu diangkat sebagai juru demung di Tegal oleh Sultan Mataram dan mulai membangun daerah ini.
ASAL USUL NAMA KOTA TEMANGGUNG
Dari buku sejarah karangan I Wayan badrika disebutkan bahwa Rakai Pikatan selaku raja Mataram Kuno berkeinginan menguasai wilayah Jawa Tengah. Namun untuk merebut kekuasaan dari raja Bala Putra Dewa selaku penguasa kerajaan Syailendra tidak berani. Maka untuk mencapai maksud tersebut Rakai Pikatan membuat strategi dengan mengawini Dyah Pramudha Wardani kakak raja Bala Putra Dewa dengan tujuan untuk memiliki pengaruh kuat di kerajaan Syailendra. Selain itu Rakai Pikatan juga menghimpun kekuatan yang ada di wilayahnya baik para prajurit dan senapati serta menghimpun biaya yang berasal dari upeti para demang.
Pada saat itu yang diberi kepercayaan untuk mengumpulkan upeti adalah Demang Gong yang paling luas wilayahnya. Rakai Pikatan menghimpun bala tentara dan berangkat ke kerajaan syailendra pada tanggal 27 Mei 855 Masehi untuk melakukan penyerangan. Dalam penyerangan ini Rakai Pikatan dibantu Kayu Wangi dan menyerahkan wilayah kerajaan kepada orang kepercayaan yang berpangkat demang. Dari nama demang dan wilayah kademangan kemudian muncul nama Ndemanggung yang akhirnya berubah menjadi nama Temanggung.
ASAL USUL NAMA KOTA WONOGIRI
Cerita legenda yang bersifat simbolis mengisahkan bahwa Masjid Agung Demak dibuat oleh para Wali dalam 1 (satu) malam. Keempat saka guru Masjid Agung Demak merupakan sumbangan dari 4 (empat) wali yaitu Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga. Sedangkan saka berukir yang dipasang di serambi masjid dipercaya berasak dari Kerajaan Majapahit dan disebut “Saka Majapahit”. Sehubungan dengan hal tersebut, Kabupaten Wonogiri memiliki peran yang sangat penting.
Seperti wali yang lainnya, Sunan Giri segera melaksanakan tugasnya untuk mencari kayu jati. Beliau mencari kayu jati ke arah selatan menyusuri Sungai Bengawan Solo. Dikisahkan sepanjang perjalanan selalu melewati hutan dan gunung. Sampailah perjalanan Sunan Giri di sebuah hutan di sebuah gunung yang penuh dengan Pohon Jati. Melalui ijin dari Ki Donosari si pemilik hutan tersebut, Sunan Giri memilih pohon jati yang sangat tua yang tinggi, besar dan lurus. Untuk memudahkan cara pengangkutan kayu jati tersebut dihanyutkan melalui Sungai Kedawung yang bermuara di Sungai Bengawan Solo.
Di sini terdapat cerita legenda bahwa saat mengangkut kayu ke sungai Kedawung, Ki Donosari memerintahkan sinden untuk naik di atas kayu dan melantunkan tembang mocopat. Anehnya, kayu terasa lebih ringan dan mudah dibawa. Sesampainya di Sungai Kedawung, Sunan Giri memberi nama daerah tersebut “Wonogiri”, karena sepanjang jalan yang dilihatnya hanya hutan dan gunung.
ASAL USUL NAMA KOTA WONOSOBO
Kota Wonosobo terkait erat dengan perkembangan kekuasaan Mataram Islam pada abad ke XVII atau sekitar tahun 1600-an. Ketika itu Wonosobo masih berupa hamparan kawasan hutan belantara. Lalu pada suatu ketika datanglah tiga pengelana masing-masing bernama Kyai Walik, Kyai Kolodete, dan Kyai Karim. Mereka bersama sanak saudara mulai merintis suatu pemukiman di daerah Wonosobo.
Mereka memulai membuka hutan dan mengubahnya menjadi tempat pemukiman serta lahan pertanian sebagai sumber penghidupan mereka. Dalam perjalanan ketiga Kyai tersebut bermukim ditempat yang berbeda-beda, Kyai Kolodete bermukim di daerah Dataran Tinggi Dieng, Kyai Walik bermukim di daerah sekitar kota Wonosobo, ia disebut sebagai tokoh perancang kota sedangkan Kyai Karim bermukim di daerah Kalibeber.
Dari ketiga tokoh pendiri Kota Wonosobo, Konon Kyai Walik adalah seorang tokoh ulama yang paling dekat di hati rakyat, seorang figur pemimpin merakyat. Setelah para Kyai tersebut menempati tempat tinggal baru maka mulailah terjadi perkembangan baru. Para pendatang makin banyak dan semakin terkenallah daerah Wonosobo. Sedangkan Asal nama Wonosobo sangat erat kaitanya dengan banyaknya para pendatang. Secara etimologi Wonosobo berasal dari dua kata yaitu " Wono " yang berartihutan dan " Sobo " yang berarti mengunjungi. Jadi kata Wonosobo kurang lebih berarti "Kawasan hutan yang banyak dikunjungi".
Kudus kota kecil tetapi memiliki keanekaragaman agama, budaya dan kuliner. sungguh lengkap sekali tetapi kurang didukung dengan adanya insfrastruktur yang memadahi..
BalasHapus