Peninggalan Sejarah Di Indonesia Prasasti Prasasti merupakan dokumen yang penting di Indonesia sebagai saksi sejarah, merupakan tinggalan masa lampau yang biasanya tertulis di atas batu, lempengan logam dan material berbahan keras lainnya. Berikut dibawah ini merupakan prasasti-prasasti yang ditemukan di Indonesia.
Prasasti Kutai (Kalimantan Timur)
Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dan dalam bahasa Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 400 Masehi.
Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub. Isinya menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Hindu di Indonesia. Nama Kutai umumnya digunakan sebagai nama kerajaan ini meskipun tidak disebutkan dalam prasasti, sebab prasasti ditemukan di Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam.
Prasasti Ciaruteun (Bogor-Jawa Barat)
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara. Tempat ditemukannya prasasti inimerupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun.
Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Ciampea (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Menurut Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".
Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari tiga baris dan pada bagian bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran(pilin), sepasang telapak kaki dan laba-laba. Teks: vikkrantasyavanipat ehsrimatah purnnavarmmanah tarumanagarendrasya visnoriva padadvayam. Terjemahan: "inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Visnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia".
Prasasti Canggal (Magelang-Jateng)
Prasasti Canggal (juga disebut Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya) adalah prasasti dalam bentuk candra sengkala berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam. Magelang, Jawa Tengah.
Prasasti yang ditulis pada stela batu ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta Prasasti dipandang sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai seorang penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti Dinoyo(Malang-Jawa Timur) Prasasti ini ditemukan di Desa Dinoyo (Kota Malang bagian barat laut), berangka tahun 760 Masehi, bertuliskan huruf Kawi dan berbahasa Sansekerta.
Share :
Prasasti Kutai (Kalimantan Timur)
Prasasti Mulawarman, atau disebut juga Prasasti Kutai, adalah sebuah prasasti yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai. Terdapat tujuh buah yupa yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf Pallawa Pra-Nagari dan dalam bahasa Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan jenisnya berasal dari sekitar 400 Masehi.
Prasasti ini ditulis dalam bentuk puisi anustub. Isinya menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari kerajaan yang beragama Hindu di Indonesia. Nama Kutai umumnya digunakan sebagai nama kerajaan ini meskipun tidak disebutkan dalam prasasti, sebab prasasti ditemukan di Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu Sungai Mahakam.
Prasasti Ciaruteun (Bogor-Jawa Barat)
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara. Tempat ditemukannya prasasti inimerupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun.
Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Ciampea (sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Menurut Pustaka Rajya-rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".
Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari tiga baris dan pada bagian bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran(pilin), sepasang telapak kaki dan laba-laba. Teks: vikkrantasyavanipat ehsrimatah purnnavarmmanah tarumanagarendrasya visnoriva padadvayam. Terjemahan: "inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki dewa Visnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia".
Prasasti Canggal (Magelang-Jateng)
Prasasti Canggal (juga disebut Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya) adalah prasasti dalam bentuk candra sengkala berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam. Magelang, Jawa Tengah.
Prasasti yang ditulis pada stela batu ini menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta Prasasti dipandang sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai seorang penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti Dinoyo(Malang-Jawa Timur) Prasasti ini ditemukan di Desa Dinoyo (Kota Malang bagian barat laut), berangka tahun 760 Masehi, bertuliskan huruf Kawi dan berbahasa Sansekerta.
Prasasti ini menceritakan, bahwa dalam abad ke-8 itu ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (Desa Kejuron sekarang) dengan raja bernama Dewasimha. Ia berputera Limwa, yang setelah menggantikan ayahnya menjadi raja bernama Gajayana la mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk Dewa Agastya.
Arcanya sendiri yang melukiskan Agastya ini, yang dahulunya dibuat dari kayu cendana, Ia ganti dengan arca batu hitam. Beberapa prasasti bercorak Hindu yang ada di Indonesia, antara lain :
Arcanya sendiri yang melukiskan Agastya ini, yang dahulunya dibuat dari kayu cendana, Ia ganti dengan arca batu hitam. Beberapa prasasti bercorak Hindu yang ada di Indonesia, antara lain :
- Tugu Cilincing, Jakut Abad ke-5 M Tarumanegara
- Jambu Bogor, Jabar Abad ke-5 M Tarumanegara
- Kebon Kopi Bogor, Jabar Abad ke-5 M Tarumanegara
- Cidanghiang Pandeglang Abad ke-5 M Tarumanegara
- Pasir Awi Leuwiliang, Jabar Abad ke-5 M Tarumanegara
- Muara Cianten Bogor, Jabar Abad ke-5 M Tarumanegara
- Canggal Magelang, Jateng Abad ke-7 M Mataram Lama
- Kalasan Yogyakarta 732 M Mataram Lama
- Kedu Temanggung, Jateng 778 M Mataram Lama
- Sanur Bali Abad ke-9 M Bali
0 Comments: