KENAPA AYAM CEMANI BERWARNA HITAM? Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani
KENAPA AYAM CEMANI BERWARNA HITAM? Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani. Pernahkah Anda melihat ayam yang sepenuhnya hitam, dari bulu hingga organ dalamnya? Mari kita jelajahi dunia menakjubkan Ayam Cemani, ayam unik asal Indonesia yang telah memikat perhatian dunia dengan warna hitamnya yang menyeluruh.
 
KENAPA AYAM CEMANI BERWARNA HITAM? Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani

Keunikan Ayam Cemani
Ayam Cemani bukanlah ayam biasa. Mereka memiliki penampilan yang benar-benar hitam:
  • Bulu hitam berkilau 
  • Kulit hitam 
  • Daging hitam 
  • Tulang hitam 
  • Organ dalam hitam
Bahkan darah ayam cemani itu juga berwarna sangat gelap! Tidak mengherankan jika Ayam Cemani sering disebut sebagai "Ayam Goth" atau "Lamborghini Unggas".

Rahasia Genetik di Balik Warna Hitam Ayam Cemani
Warna hitam pekat Ayam Cemani bukan sekedar kebetulan. Ayam Cemani merupakan ayam biasa seperti ayam lainnya, hanya saja memang dia mengalami kondisi ekstrim dari hiperpigmentasi dermal. Ini adalah hasil dari mutasi genetik yang disebut fibromelanosis. Mutasi ini menyebabkan produksi berlebih pigmen hitam yang disebut melanin.

Pada ayam normal, melanin hanya diproduksi di lapisan kulit tertentu. Namun, pada Ayam Cemani, melanin diproduksi di hampir semua jaringan tubuh. Inilah yang menyebabkan warna hitam menyeluruh pada ayam ini.
  • Gen yang bertanggung jawab untuk produksi melanin mengalami mutasi. 
  • Mutasi ini menyebabkan gen menjadi "terlalu aktif". 
  • Akibatnya, tubuh memproduksi melanin dalam jumlah besar. 
  • Melanin ini kemudian tersebar ke seluruh tubuh ayam.
Jika anda melihat ayam cemani bisa anda bayangkan seperti pabrik cat yang terus-menerus memproduksi cat hitam dan menyebarkannya ke seluruh bagian bangunan! Mutasi genetik fibromelanosis ini menghasilkan pigmen warna hitam yang berlebih dan menjalar ke seluruh jaringan tubuh. Karena memiliki pigmen warna hitam yang cukup tinggi, si ayam cemani ini memiliki bulu, warna kulit, tulang, darah dan jaringan lainnya menjadi hitam.

Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani

Karena ayam cemani mengalami hiperpigmentasi, kenapa kalau dikawinkan dengan ayam berwana terang, anaknya tetap hitam? Itulah uniknya dari ayam cemani, mutasi fibromelanosis itu bersifat dominan, artinya bahwa gen ini akan selalu menunjukkan efeknya walau hanya ada satu salinan. 

Selain itu, dampak dari hiperpigmentasi yang dialami oleh ayam cemani adalah kandungan zat besi yang tinggi di dalam tubuhnya, hal ini karena dia memiliki banyak melanosit dalam tubuhnya, dalam hal ini zat besi pada ayam cemani dibutuhkan untuk mensintesis melanin tersebut. Sehingg ayam cemani memiliki darah yang lebih kental, berwarna gelap dan aroma yang lebih tajam daripada ayam biasa. 
.
Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani
Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani

Signifikansi Budaya di Indonesia terkait ayam cemani
Ayam Cemani bukan hanya fenomena biologis yang menarik, tetapi juga memiliki tempat khusus dalam budaya Indonesia yang sering dikait-kaitkan dengan mitos yang tidak benar, seperti:
  1. Simbol Kemakmuran: Memiliki Ayam Cemani dianggap sebagai tanda kekayaan dan status sosial tinggi. 
  2. Kekuatan Mistis: Banyak yang percaya Ayam Cemani memiliki kekuatan supranatural dan dapat membawa keberuntungan. 
  3. Penggunaan Tradisional: Darah Ayam Cemani kadang digunakan dalam upacara adat tertentu.
Pada kenyatannya, sebenarnya ayam cemani itu tidak bener-bener berwarna hitam pekat, karena ayam cemani juga memiliki warna biru kehijauan yang berasal dari pigmen porfirin. Pigmen tersebut terletak pada bagian leher dan ekor.
.
Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani

Karena adanya pigmen porfirin inilah bulu ayam cemani selain hitam juga juga terlihat hitam berkilau kehijauan, sehingga terlihat sangat indah.  Demikian share kami tentang Kenapa Ayam Cemani Berwarna HItam? Mengungkap Misteri Hitam Pekat Ayam Cemani, semoga bermanfaat dan tetap salam hangat dari kami.
History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta
History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta 
The Forgotten Glory: Pre-Colonial Jakarta's Rich Tapestry. In the annals of history, few cities can boast a past as colorful and dynamic as Jakarta. Before it became the sprawling metropolis we know today, this gem of the Indonesian archipelago was a thriving hub of culture, commerce, and political intrigue. Let's embark on a journey through time to explore the fascinating pre-colonial era of Jakarta, when it was known by different names and shaped by diverse influences. 

History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta
History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta


The Rise of Sunda Kelapa: A Port of Destiny
Our story begins with Sunda Kelapa, the ancient port that would eventually evolve into modern-day Jakarta. Picture a bustling harbor, where the salty sea breeze carries the scent of exotic spices and the chatter of merchants from distant lands fills the air.

Sunda Kelapa wasn't just any port—it was the gateway to the Spice Islands. Ships from as far as China, India, and Arabia would dock here, their holds brimming with silks, ceramics, and precious metals. In return, they sought the aromatic treasures of the archipelago: nutmeg, cloves, and pepper.


History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta
History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta
History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta

A Cultural Melting Pot: The Birth of Betawi 
As traders and settlers from various corners of the world made Sunda Kelapa their home, a unique culture began to emerge. The Betawi people, the indigenous ethnic group of Jakarta, are a testament to this melting pot of influences.

Imagine walking through the narrow streets of old Sunda Kelapa, where you might hear: 
  • The melodious strains of Gambang Kromong music 
  • The rhythmic beats of the Tanjidor brass bands 
  • The laughter from a Lenong theater performance 
These art forms, blending Chinese, Arab, Portuguese, and local elements, paint a vivid picture of pre-colonial Jakarta's vibrant cultural scene.
.

From Jayakarta to Batavia: A Political Chess Game
In 1527, a pivotal moment in Jakarta's history unfolded. Fatahillah, a revered warrior and leader, conquered Sunda Kelapa and renamed it Jayakarta, meaning "victorious deed". This marked the beginning of a new era, with Jayakarta becoming a significant outpost of the powerful Banten Sultanate.

However, the political landscape was as shifting as the sands on Jakarta's shores. European powers, drawn by the promise of spice trade riches, began to cast covetous eyes on this strategic port city. The stage was set for a dramatic transformation that would reshape Jakarta's destiny.

Economic Powerhouse: The Spice Trade Legacy
At the heart of pre-colonial Jakarta's growth was its booming economy. The city wasn't just a transit point; it was a thriving marketplace where fortunes were made and lost.

Imagine the scene at the bustling market: 
  • Piles of pungent spices reaching towards the sky 
  • Shimmering silks catching the tropical sunlight 
  • The clink
The Captivating History of Jakarta: From Ancient Port to Modern Metropolis 
Jakarta, the bustling capital of Indonesia, has a rich and diverse history that spans centuries. From its humble beginnings as a small port town to its current status as a sprawling metropolis, Jakarta's story is one of cultural fusion, colonial influence, and rapid development. Let's embark on a journey through time to explore the fascinating history of this vibrant city. 

Pre-Colonial Era: The Birth of Sunda Kelapa
Our story begins in the 5th century, when the area now known as Jakarta was part of the Tarumanagara kingdom. The strategic location along the coast of Java made it an ideal spot for trade, leading to the establishment of a small port settlement called Sunda Kelapa.

As centuries passed, Sunda Kelapa grew in importance. By the 12th century, it had become a significant trading port of the Sunda Kingdom. Ships from various parts of Asia would dock here, exchanging spices, textiles, and other valuable goods.

One of the most intriguing aspects of pre-colonial Jakarta was its rich indigenous culture. The Betawi people, considered the native inhabitants of Jakarta, developed a unique cultural identity that blended elements from various ethnic groups. 

Their traditions, which continue to influence Jakarta's culture today, included:
  • Ondel-ondel: Large puppets used in traditional performances 
  • Lenong: A form of theatrical performance 
  • Gambang Kromong: A traditional musical ensemble

History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta
Learn more about Betawi culture at the Jakarta History Museum

The Dutch Colonial Era: Birth of Batavia
The arrival of the Dutch in the early 17th century marked a significant turning point in Jakarta's history. In 1619, the Dutch East India Company, led by Jan Pieterszoon Coen, conquered Sunda Kelapa and renamed it Batavia.

History of Jakarta, from Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia to Jakarta

Under Dutch rule, Batavia underwent significant urban expansion and architectural changes. The Dutch built:
  • Canals and bridges, reminiscent of Amsterdam 
  • The iconic Stadhuis (City Hall), now the Jakarta History Museum 
  • Fort Batavia, the center of Dutch power in the East Indies
However, this period also saw the suppression of local cultures and the implementation of a rigid social hierarchy based on race.

Japanese Occupation: A Brief but Impactful Period 
The Japanese occupation during World War II (1942-1945) was a brief but significant period in Jakarta's history. The Japanese renamed the city Jakarta and allowed the use of Indonesian as the official language, fostering a sense of national identity.

Post-Independence Era: The Rise of Modern Jakarta
With Indonesia's declaration of independence in 1945, Jakarta entered a new era as the capital of the newly formed nation. The city experienced rapid growth an

The Captivating History of Jakarta: From Ancient Port to Modern Metropolis
Jakarta, the bustling capital of Indonesia, has a rich and colorful history that spans centuries. From its humble beginnings as a small port town to its current status as a sprawling metropolis, Jakarta's story is one of transformation, resilience, and cultural fusion. Let's embark on a journey through time to explore the fascinating evolution of this vibrant city.

The Dawn of Sunda Kelapa: Jakarta's Ancient Roots
Long before the arrival of European colonizers, the area now known as Jakarta was a thriving port called Sunda Kelapa. Picture a bustling harbor, with wooden ships laden with spices and exotic goods from across the archipelago. The air was thick with the scent of cloves and the chatter of traders from distant lands.

At the heart of this port town lived the Betawi people, the indigenous inhabitants of the region. Their culture, a vibrant tapestry of traditions, still echoes through the streets of modern Jakarta:
  • Ondel-ondel: Giant colorful puppets that dance through the streets during festivals 
  • Tanjidor: A unique musical ensemble blending European and local instruments 
  • Kerak telor: A mouthwatering traditional egg and rice dish that's still a local favorite
These cultural elements formed the foundation of Jakarta's identity, a legacy that continues to influence the city's character to this day.

Batavia: The Jewel of the Dutch East Indies
In 1619, the Dutch East India Company, led by Jan Pieterszoon Coen, conquered Sunda Kelapa and renamed it Batavia. This marked the beginning of a new era for the city, one that would dramatically reshape its landscape and destiny.

Under Dutch rule, Batavia transformed into a "tropical Amsterdam". Imagine canals cutting through the city, lined with stately Dutch colonial buildings. The sound of horse-drawn carriages echoed through the streets, while the aroma of Indonesian spices mingled with European cuisine in the air.

Key developments during this period included: 
  • The construction of the iconic Stadhuis (now Jakarta History Museum) 
  • The establishment of the walled city of Oud Batavia 
  • The development of the Menteng area, with its distinctive Art Deco architecture
A Brief but Impactful Interlude: The Japanese Occupation
The tides of history turned again in 1942 when Japanese forces occupied the city during World War II. Though brief, this period left an indelible mark on Jakarta's history. The city was renamed "Jakarta" for the first time, a name that would stick after independence.

Jakarta Reborn: The Capital of an Independent Nation
On August 17, 1945, Indonesia declared its independence, and Jakarta emerged as the proud capital of the new nation. The city underwent a dramatic transformation as it sought to forge its own identity: 
  • Monumen Nasional (Monas): This towering obelisk, completed in 1975, stands as a symbol of Indonesia's struggle for independence. 
  • Istiqlal Mosque: The largest mosque in Southeast Asia
  • HI Roundabout & Welcome Monument, Jakarta
  • Aerospace Statue / Pancoran Statue, Jakarta
  • TMII, Indonesian Miniature Park
  • Bung Karno Stadium
  • Golden Triangle Jakarta CBD
  • Semanggi Interchange


Babad Langenharja, Menelisik Sejarah Pesanggrahan Langenharja
Babad Langenharja, Menelisik Sejarah Pesanggrahan Langenharja. Hanya berjarak sekitar 50 meter saja dari bibir sungai Bengawan Solo Sinuwun Paku Buwana IX pada tahun 1870 membangun Pesanggrahan Langenharja pada hari Rabu Kliwon tanggal 16 Rabiulakhir, wuku Wugu, Sancaya di Pedukuhan Kalarean, dan kemudian hari hingga saat ini pesanggrahan tersebut disebut sebagai Pesanggrahan Langenharja.  Dan daerah Pedukuhan Kalarean seperti yang kita kenal sekarang dirubah menjadi Pedukuhan Langenharja yang secara administratif terletak di Dukuh Langenarjan, Desa Langenharjo, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo.



Dalam cuplikan Serat Babad Langenharja cukup menjelaskan bagaimana latar belakang dibangunnya Pesanggrahan Langenharja dan menceritakan suasana pada saat itu. Naskah tersebut tidak menyebutkan nama penulis, begitu juga dalam Manggala juga tidak didapati sandi asma. Namun demikian saat pembuatannya dijelaskan pada pupuh I tembang Dhandhanggula bait ke 2 dengan ditandai sebuah candrasangkala (tahun penulisan) berbunyi Sirna Ilang Murtiningrat. Sirna bermakna 0, ilang juga bermakna 0, murti bermakna 8, dan ningrat bermakna 1. Jadi naskah tersebut ditulis pada tahun 1800 Jawa atau 1872 Masehi.

"Pan wus Lami karsanya sang aji, karya pasenengan neng narmada, dadya ing mangke wektune, ana sawiji dhukuh , Kalareyan wastanireki, yeku pinggir narmada, desa tan patyagung, nanging keh pasenengannya, kali cilik mili kinarya sesuci, sagung para wanita".
"Sudah lama kehendak sang raja, membuat tempat bercengkerama di sungai, maka sekaranglah saatnya, ada satu tempat, Kalarean namanya , itulah ditepi sungai, desa tidak begitu besar, tetapi banyak tempat indah, sungai kecil yang mengalir untuk bersuci bagi para wanita ".
Serat Babad Langenharja sendiri secara lengkap bercerita tentang berdirinya Pesanggrahan Langenharja dan menceritakan tentang kemegahan Pesanggrahan Langenharja serta mengisahkan tentang Sinuwun PB IX dan keluarga yang sangat menyukai pesiar naik perahu di Sungai Bengawan Solo. Kisah tersebut dituangkan dalam Serat Babad Langenharja setebal 71 halaman dalam 23 pupuh yang terbagi menjadi 690 bait. Penulisannya menggunakan tembang Dhandhanggula, Kinanthi, Asmaradana, Mijil, Gambuh, Sinom, Pocung, Pangkur, Girisa, Dhudhukwuluh, Balabak, dan Jurudemung.




Serat Babad Langenharja halaman 2-3


Berjarak sekitar 3 KM di selatan Keraton Kasunanan Surakarta, dahulu kala lingkungan di sekitar Pesanggrahan Langenharja adalah tempat yang sangat indah dengan pemandangan persawahan yang sejuk menghijau. Sementara itu Pesanggrahan Langenharja sendiri dibangun sebagai kepentingan tempat istirahat setelah Sinuwun Paku Buwana IX dan Permaisuri pesiar menyusuri sungai dengan menggunakan perahu sambil menjala ikan yang keberadaanya masih banyak saat itu.

Dijelaskan bahwa di tempat yang sejuk itulah ditanam beberapa jenis buah-buahan yang terdiri dari berbagai macam jenis pisang, seperti pisang Ambon Kidang Rajatalun, Pulut Mas, Becici Kusta dan pisang Kluthuk yang ditata secara rapi. Berbagai macam tanaman bunga juga tampak tertata rapi. Dalam menggambarkan flora dan fauna sang pujangga menggunakan bahasa yang sangat indah (dengan menggunakan Bahasa Rinengga) sehingga pembaca seolah-olah ikut larut dalam mengikuti jalan pikiran pengarang. Luasnya hamparan sawah yang tampak menghijau, dengan kesibukan petani yang sedang menggarap sawahnya menambah ceritera semakin hidup.

Dalam Serat Babad Langenharja, dijelaskan bahwa Sinuwun PB IX yang bertahta pada tahun 1861 sampai 1893 dan Permaisuri serta kerabat sering singgah atau sengaja datang di Pesanggrahan dengan naik kereta kuda beserta para pasukan berkuda sebagai pengiringnya. Para Pangeran, Pejabat Keraton serta Para Punggawa turut meyertainya untuk berisitirahat atau melepas kepenatan dengan menyusuri sungai menaiki perahu dan mencari ikan untuk dimasak di Pesanggrahan Langenharja.

Pesanggrahan ini didirikan di tempat Sinuwun Paku Buwana IX dulu sebelum menjadi Raja (KGPH Prabuwijaya sebagai Putra Mahkota), dalam pengembaraannya beliau pernah bermimpi dibawah pohon di daerah Pedukuhan Kalarean.

Karena kelelahan beliau tertidur dibawah pohon tersebut di dekat sebuah sumber air panas yang diyakini berasal dari Gunung Lawu. Dari mimpi itu beliau mendapatkan wangsit bahwa tempat tersebut bagus untuk dijadikan tempat istirahat atau Pesanggrahan. Beliau KGPH Prabuwijaya adalah seorang Putra Mahkota yang Sholeh, beliau tidak pernah melupakan sholat lima waktu meskipun sedang laku prihatin mengunjungi wilayah-wilayah yang jauh dari pusat keramaian Keraton.

Selain Pasanggrahan, dan Pemandian Air Panas, di Pedukuhan Langenharja tersebut juga terdapat masjid yang dibangun sejak era PB IX, yang dinamakan Masjid Cipto Sidi. Namun di Masjid Ciptosidi terdapat tulisan PB X, yang merupakan raja penerusnya yang telah melakukan renovasi. Petilasan Pakubowono IX di dukuh ini terdapat 3 bangunan, yaitu Pesanggrahan, Pemandian air panas dan Masjid Cipto Sidi yang dibangun tahun 1879 dan kemudian kesemuanya direnovasi oleh putranya Pakubowono X, dan sampai sekarang sebagai cagar budaya bangunannya masih terjaga dengan baik dan Masjid Cipto Sidi digunakan oleh warga masyarakat Langenharjo hingga saat ini.

Referensi :Buku  "Serat Babad Langenharja Kajian Tataletak, Fungsi, dan Makna Filosofis Bangunan Pesanggrahan Langenharja" oleh Titi Mumfangati, Wahjudi Pantja Sunjata, Endah Susilantini dan berbagai sumber.

Lahirnya Busana Beskap Langenharjan.

Di tempat ini pula di Pesanggrahan Langenharja, adalah tempat bermulanya Busana Beskap Langenharjan yang dipopulerkan oleh keluarga Trah Mataram melalui Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV. 

Dikisahkan bahwa pada suatu ketika Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV bermaksud hendak menghadap Raja di Pesanggrahan Langenharja. Dikarenakan tidak menghadap raja di Keraton, maka tidak harus atau tidak wajib menggunakan Busana Sikepan, KGPAA Mangkunegara mempunyai prakarsa untuk merubah baju "Rokkie" (Jas Barat) dengan sentuhan busana  Jawa.

Pada hari Selasa Wage, Sri Susuhunan Paku Buwana IX beserta Permaisuri dan para putera serta Sentana tengah mengadakan acara khusus di Pesanggrahan Langenharja. Sudah barang tentu juga memanggil para Adipati, Bupati dan sentana dalem yang lain, dan tidak ketinggalan KGPAA Mangkunegara IV yang mengenakan baju beskap Langenharjan dengan dasi berbentuk kupu-kupu.

Rupanya Busana yang di agem KGPAA Mangkunegara IV mendapatkan perhatian khusus dari Sinuwun PB IX, beliau memberikan penilaian bahwa pakaian yang dikenakan KGPAA Mangkunegara IV dengan menggabungkan perpaduan busana Barat dan Jawa sangat mengesankan.
Karena peristiwa pertama kali KGPAA Mangkunegara IV menghadap dengan busana seperti itu berlangsung di Pesanggrahan Langeharja, maka jenis beskap tersebut dikenal dan diberi sebutan Beskap Langenharjan

Jenis busana ini,  kini menjadi kebanggaan masyarakat Surakarta dan sekitarnya dan dijadikan jenis pakaian dari mempelai pria. Dimana Beskap tersebut mengadopsi model depan terbuka seperti layaknya baju jas dilengkapi dengan dasi kupu-kupu, sedangkan bagian belakang seperti beskap biasa dengan memakai keris.
KEPAHLAWANAN DAN PERJUANGAN CUT NYAK DIEN MELAWAN BELANDA
KEPAHLAWANAN DAN PERJUANGAN CUT NYAK DIEN MELAWAN BELANDA. Cut Nyak Dien adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dari Aceh yang terkenal karena perlawanan gerilya terhadap pasukan Belanda. Cut Nyak Dien lahir pada 12 Mei 1848 di Kesultanan Aceh Lampadang dari pasangan Teuku Nanta Setia merupakan seorang bangsawan dan panglima perang yang secara turun temurun menjabat sebagai Uleebalang VI Mukim di Kesultanan Aceh pada Abad 19 dengan puteri dari seorang Uleebalang Lampagar.
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI. Siapa yang tidak kenal dengan serial kartun Dora the Explorer? Dora The Explorer adalah merupakan salah satu jenis serial animasi pendidikan anak-anak yang berasal dari Amerika Serikat milik jaringan televisi kabel Nickelodeon. Nanun demikian serial ini sangat cocok dan melekat di hati anak-anak Inonesia karena sudah di dubbing dalam bahasa Indonesia yang sama menariknya dengan bahasa aslinya yaitu berbahasa inggris. Serial ini dibuat oleh Chris Gifford, Valerie Walsh, Eric Weiner dan Douglas Hansen.

MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI

MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
Tokoh Dora & Boots di Serial Dora The Explorer
Tokoh utama serial kartun Dora the Explorer tentu saja adalah gadis kecil bernama Dora, Dora merupakan seorang gadis kecil yang baik hati dan senang sekali menjelajah dan melakukan petualangan. Ia selalu ditemani oleh Boots, seekor monyet. Dora dan Boots berpetualang dan menjelajah untuk membantu seorang teman atau mencari sesuatu yang mereka butuhkan atau hilang.

Arah penjelajahan Dora bersama Boots biasanya dibimbing oleh peta yang selalu tersimpan dan menemani Dora kemanapun pergi yang tersimpan di dalam ransel milik Dora. Selain peta, di dalam ransel Dora juga terdapat berbagai benda yang dibutuhkan dalam penjelajahan mereka. Sepanjang perjalanan dan petualangannya Dora dan Boots selalu dibantu oleh beberapa teman yang akan ditemuainya selama dalam perjalanan, seperti keluarga dan saudara Dora, juga binatang-binatang, tumbuhan, atau benda yang masing-masing dapat berbicara satu dengan yang lainnya. Satu-satunya yang sering menghambat perjalanan mereka adalah Swiper, seekor rubah. Ia suka mencuri barang-barang yang dibutuhkan dalam perjalanan.

Serial Dora the Explorer adalah salah satu serial yang bersifat interaktif dengan mengajak penonton untuk berinteraksi, dalam setiap judulnya selalu mengajak anak-anak untuk dilibatkan membantu dan berbicara menunjukkan tempat, obyek dan suatu petunjuk sesuai arahan dari Dora dalam penjelajahannya. Dora banyak mengajak penonton untuk "turut" membantunya, seperti mengajak anak-anak yang menjadi penontonnya untuk menjawab pertanyaan Dora, membantu menghitung, memilih jalan atau benda yang mereka butuhkan dari beberapa alternatif pilihan, mencari benda yang tersembunyi, atau memperingatkan bila Swiper mendekat. Keterlibatan berlanjut dengan munculnya anak panah menyerupai penunjuk tetikus dalam komputer, sehingga penonton seolah bisa melakukan pilihan atau menunjuk sesuatu.

Nah berikut di bawah ini bagu anak-anak yang menyukai serial Dora the Explorer dan memiliki hobi menggambar dan mewarnai gambar Dora, kami share Gambar Hitam Putih Dora untuk di warnai, silahkan di Download dan di Print Gambar Dora hitam putih nya untuk diwarnai ya.

MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
MEWARNAI GAMBAR HITAM PUTIH DORA UNTUK DIWARNAI
Di akhir perjalanan dan petualangannya dan saat ketika tujuan mereka sudah tercapai, Dora biasanya merayakan keberhasilannya dengan menyanyikan lagu keberhasilan. Dora pun akan menanyakan pada penonton bagian mana dari perjalanannya yang paling disukai. Demikian Share kami tentang Mewarnai gambar hitam putih Dora untuk diwarnai, Semoga bermanfaat dan tetap semangat.

Rekomendasi